Apa Saja Kekeliruan Salafi-Wahabi dalam Berdalil ?
1. Salaf-wahabi hanya memahami al-Qur’an dan hadis dari makna literalnya saja, tanpa memperhatkan maksud dan tujuan dari al-Qur’an dan hadis. Padahal, pada sebagian kasus, memahami al-Qur’an dan hadis dari sisi literalnya saja, tanpa membandingkan dengan ayat dan hadis lain yang semakna, justru akan bermasalah dan bisa terjerumus pada radikalisme.
2. Salaf-wahabi terkadang tidak memahami persoalan yang akan dikaji secara objektif, sehingga hukum yang dikeluarkan terkesan terburu-buru dan menuai konfik.
3. Salaf-wahabi membuat kaidah baru pada saat merumuskan hukum. Padahal kaidah tersebut tdak pernah dikenal dalam tradisi hukum Islam. Kaidah mereka adalah “kalau tdak dilakukan Nabi berat tdak boleh dilakukan”. Kaidah bikinan salaf-wahabi ini bermasalah karena tdak setap perbuatan yang tdak dilakukan Nabi berimplikasi pada
keharaman.
4. Salaf-wahabi mengabaikan ilmu ushul fikih, ilmu tata bahasa Arab, kaidah penafsiran, ilmu hadis, dan ilmu-ilmu lain yang perlu dipahami untuk merumuskan hukum.
5. Salaf-Wahabi seringkali berdalil dengan ayat yang sebenarnya ditujukan untuk orang-orang kafir, tetapi salaf-wahabi menggunakannya untuk menilai praktik agama umat Islam. Misalnya, mereka menggunakan surat al-Ahqaf ayat 5 untuk mengatakan tawassul syirik. Padahal ayat itu ditujukan kepada orang yang menyembah berhala. Sementara tawassul dengan meminta kepada berhala sangat berbeda. Tawassul dibolehkan dalam syariat, sedangkan meminta kepada berhala diharamkan.