Apa yang Dimaksud Manhaj Salaf?
Selain jargon kembali kepada al-Qur’an dan hadis, salaf-wahabi juga mempopulerkan istlah manhaj salaf. Istilah ini sebenarnya belum dikenal pada masa Rasulullah SAW, sahabat, dan tabi’in. Ini adalah istlah baru (bid’ah) yang dipopulerkan oleh kelompok salaf-wahabi.
Manhaj salaf yang dimaksud salaf wahabi ialah mengikut metode ulama salafussalih dalam memahami agama. Dalam hal ini, salaf-wahabi tidak menjelaskan secara detail siapa dan bagaimana metode salafussalih tersebut. Kalau diperhatikan, istilah salaf berat merujuk pada masa generasi awal dalam Islam. Ramadhan al-But menegaskan, salaf adalah masa terbaik, bukan madzhab Islam (salaf marhalah zamaniyah al-mubarakah, la madzhab al-islami). Ini merujuk pada hadis riwayat al-Bukhari:
مهنولي نيذلا مث مهنولي نيذلا مث ين رق يـتمأ ريخ
“Sebaik-baik umatku adalah pada masaku.Kemudian orang-orang yang setelah mereka (generasi berikutnya), lalu orang-orang yang setelah mereka” (HR: al-Bukhari)
Hadis ini menjelaskan bahwa generasi Islam terbaik adalah orang-orang yang hidup pada masa Rasulullah SAW, yaitu para sahabat, kemudian orang yang hidup pada masa sahabat, dan terakhir orang yang hidup di masa tabi’in. Sederhananya, generasi terbaik itu ialah orang yang hidup pada tiga abad pertama.
Kalau belajar sejarah hukum Islam, pemahaman sahabat dan tabi’in terhadap Islam sangatlah beragam dan mereka menawarkan metode yang berbeda-beda. Artinya, metode mereka tidak tunggal dan tdak sesederhana yang dibayangkan oleh salaf-wahabi. Dilihat dari tahun lahirnya, pendiri fikih empat madzhab termasuk dalam kategori salafussalih. Keempatnya hidup pada abad kedua dan ketiga: Abu Hanifah lahir tahun 80 H, Malik bin Anas lahir 93 H, Muhammad bin Idris al-Syaf’i lahir tahun 150 H, Ahmad bin Hanbal lahir tahun 164 H.
Kalau ingin mengetahui bagaimana manhaj salaf sesungguhnya, mestinya empat tokoh ini perlu menjadi rujukan utama, baik dalam persoalan akidah, fkih, ataupun ushul fkih. Tapi anehnya, kelompok salaf-wahabi agak alergi dengan orang yang mengikut pendapat ulama madzhab di atas. Padahal mereka termasuk generasi salaf.
Di satu sisi mereka berteriak agar kembali pada pemahaman salafussalih, tetapi di sisi lain mereka juga menghujat orang-orang yang mengikut pendapat ulama salaf, khususnya ulama yang hidup pada abad dua sampai tiga hijriah. Malahan, salaf-wahabi lebih suka merujuk pendapat Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim,padahal keduanya termasuk generasi khalaf, mereka hidup ratusan tahun setelah wafatnya generasi salaf. Tidak hanya itu, salaf-wahabi dalam persoalan fikih juga lebih sering mengutip pendapat Abdullah bin Baz, Utsaimin, dan al-Bani, padahal tokoh-tokoh ini satu masa dengan kita.
Kalau salaf-wahabi konsisten dengan manhaj salaf, mestinya pemahaman keagamaannya tidak jauh berbeda dengan ASWAJA, yang sedari dulu merujuk pada pendapat ulama salaf dalam membahas persoalan agama.