banner 728x250

SEJARAH LAHIRNYA NAHDLATUL ULAMA

Nahdlatul Ulama disingkat NU, merupakan suatu Jam’iyah Diniyah Islamiyah yang berarti Organisasi Keagamaan Islam. Didirikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 M / 16 Rajab 1344 H. Organisasi ini merupakan salah satu organisasi Islam terbesar di dunia. Untuk mengetahui lebih dalam tentang NU secara lebih utuh, berikut ini adalah sejarah lahirnya NU.
A. SITUASI MENJELANG LAHIRNYA NU
Berakhirnya perang dunia pertama berdampak besar terhadap dunia islam. Para cendikiawan muslim di negara Islam mencoba menawarkan gagasan baru dalam rangka pembaharuan dalam Islam. Tokoh-tokoh yang gencar menyuarakan pembaharuan dalam Islam adalah Ibnu Sa`ud di Mekah, Syaikh Muhammad Abduh di Mesir, Jamaluddin al Afgani di Afganistan, Musthafa Kamal Pasha di Turki. Di Indonesia sendiri gerakan pembaharu muncul dengan didirikannya Syarikat Islam oleh H.O.S. Tjakroaminoto, lalu Muhammadiyah oleh K.H. Ahmad Dahlan dan Al Irsyad oleh Syaikh Ahmad Sarkati.
Para pembaharu tersebut, menyuarakan kepada umat Islam di seluruh dunia agar kembali kepada al Qur`an dan Hadits. Ajaran Islam yang tidak berdasarkan al Qur`an dan Hadits adalah bid`ah dan khurafat seperti bermadzhab, ziarah kubur/haul dan kuburan harus dihilangkan dari muka bumi.
Disisi lain, pada tahun 1916 KH. Abdul Wahab Hasbullah sepulang dari Mekah untuk belajar berhasil mendirikan Madrasah di Surabaya yang bernama “Nahdlatul Wathan” (Kebangkitan Tanah Air). Selanjutnya madrasah ini disebut “Jam`iyah Nashihin” dikarenakan madrasah ini juga merupakan tempat melatih para remaja calon pemimpin dan mubalig. Kemudian pada tahun 1918 didirikannlah sebuah koperasi pedagang yang bernama Nahdlatul Tujjar. Tidak lama kemudian saat menjelang tahun 1919, di Surabaya didirikan madrasah baru yang bernama Taswirul Afkar. Tujuan utama didirikan madrasah ini adalah untuk menyediakan tempat untuk mengaji dan belajar. Kelak madrasah ini menjadi sayap untuk kepentingan membela kelompok Islam tradisional.
Cikal Bakal lahirnya Nahdlatul Ulama diawali dengan dibentuknya organisasi pergerakan seperti “Nahdlatul Wathan” (Kebangkitan Tanah Air), ”Taswirul Afkar” atau sering dikenal dengan (Nahdlatul Fikr) serta didirkannya “Nahdlatul Tujjar”
Pada tahun 1924 M. pimpinan Wahabi, Ibnu Sa`ud hendak menerapkan asas tunggal yakni madzhab Wahabi di Mekah. Segera setelah itu Raja Ibnu Sa’ud mulai melakukan pembersihan praktek-praktek beragama yang tidak sesuai dengan faham mereka serta mengundang kepada umat Islam di seluruh dunia untuk menghadiri Kongres umat Islam di Mekah.
Menanggapi undangan tersebut umat Islam Indonesia segera menggelar Kongres al-Islam keempat di Yogyakarta, pada tanggal 21-27 Agustus 1925 untuk membahas sikap dari umat Islam Indonesia terhadap rencana Raja Ibnu Sa’ud. Dalam kongres tersebut kalangan Islam tradisional menolak pembatasan bermadzhab dan penghancuran warisan perdaban Islam. Dengan sikap yang berbeda itu kalangan pesantren (Islam Tradisional) tidak diikut sertakan dalam delegasi Kongres Islam Internasional di Mekah.
B. DETIK-DETIK KELAHIRAN NU
Didorong oleh semangat yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermadzhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban Islam maka dengan prakarsa K.H. Abdul Wahab Hasbullah dan K.H. Muhammad Hasyim Asy`ari para ulama berkumpul di rumah K.H. Abdul Wahab Hasbullah kampung Kertopaten, Surabaya. Adapun para alim ulama yang hadir dalam pertemuan ini adalah:
Tokoh Pendiri NU
Dalam pertemuan tersebut ada tiga hal penting diputuskan, yaitu:
Dalam rapat tersebut juga menyusun pengurus jam`iyah Nahdlatul Ulama yang pertama dan terdiri dari dua bagian yaitu bagian Syuriyah dan bagian Tanfdiyah.
Setelah berakhirnya pertemuan ulama di Surabaya dan mendirikan Komite Hijaz. Maka lewat Komite Hijaz ini diutuslah KH.R. Asnawi untuk menghadap Raja Ibnu Sa’ud guna membicarakan perubahan-perubahan peribadatan yang akan dilaksanakan di Mekah. Komite Hijaz adalah nama sebuah kepanitiaan kecil yang diketuai oleh KH Abdul  Wahab Chasbullah. Panitia ini bertugas menemui raja Ibnu Sa’ud di Hijaz (Saudi Arabia) untuk menyampaikan beberapa permohonan.
Foto Komite Hijaz
Akan tetapi pada pelaksanaanya, dikarenakan beberapa faktor maka K.H.R. Asnawi digantikan oleh K.H. Abdul Wahab Hasbullah dan Shaikh Ahmad Ghanaim Al-Mishry untuk berangkat ke Mekah.
Dari dua orang utusan yang berangkat ke Mekah itu membawa hasil yang memuaskan, yaitu:
1) Penguasa Hijaz dan Nejed (Saudi Arabia sekarang) akan bersikap adil serta melindungi adanya ajaran Empat Madzhab.
2) Ajaran Ahlussunah wal Jama`ah atau yang berhaluan Empat Madzhab yang biasa berlaku dalam Masjidil Haram tetap dihormati dan tidak dilarang.
3) Tidak ada larangan dan dijamin keamanannya orang-orang yang berziarah ke makam-makam di wilayah Hijaz Nejed, terutama makam-makam yang bersejarah, seperti makam nabi dan para shahabat.
Sumber : Imam Machali, dkk. 2017. Ke-NU-an Ahlussunnah Waljama’ah An-Nahdliyyah ~ Kelas 7 MTs /SMP. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama Daerah Istimewa Yogyakarta
banner

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *