banner 728x250

Karakteristik Generasi Digital Milenial

Tahun 2020 ini seiring semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam memasuki revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan internet of thing sejak tahun 2000 hingga sekarang. Gerakan Aswaja dihadapkan pada generasi (santri) digital atau sering dikenal dengan digital native generation yang tidak bisa ditawar lagi.
Menurut Prensky (2001), digital native adalah mereka yang lahir telah berada di lingkungan digital dan mengenal komputer, video game, internet dan telepon seluler. Periode ini diawali sejak sekitar tahun 2000.
Mereka terbiasa dengan struktur kognitif yang melompat-lompat, mampu mengerjakan/melakukan beberapa kegiatan/tugas dalam waktu yang bersamaan. Misalnya mendengarkan suara (musik, tilawah, taushiah) sambil membaca, dengan tetap dapat menghayati/memahami bacaan yang dibacanya. Di sela-sela, aktivitas tersebut masih juga sambil chating atau sambil mengerjakan tugas lainnya.
Kesan yang dapat kita lihat bahwa digital native tidak fokus dalam belajar dan melakukan kegiatan. Di sela-sela waktu belajar dan beraktivitas, mereka tidak lepas dari perangkat digitalnya
Berikut beberapa karakteristik generasi digital menurut Istiana (2016) dalam sejumlah refensi yang didapatkan:
  1. Mengandalkan kecepatan dalam menggunakan dan menerima informasi, sehingga kurang mentolerer hal yang bersifat lambat.
  2. Memiliki keinginan dan kebutuhan multitasking, yakni kemampuan untuk mengerjakan beberapa pekerjaan sekaligus pada saat yang bersamaan.
  3. Lebih mudah memahami gambar daripada teks, terutama media audiovisual disamping juga menyukai praktek (learning by doing) daripada membaca atau mendengarkan secara teoritis.
  4. Cenderung memproses informasi dengan nonlinear ways, melompat lompat dari tugas satu ke tugas yang lain.
  5. Lebih suka berjejaring dan berkolaborasi daripada kompetisi, sehingga akan mampu bekerja baik dalam jaringan kolaborasi.
  6. Berharap teknologi bagian dari kehidupannya, sehingga merasa kesulitan dan tidak nyaman tanpa teknologi.
  7. Menginginkan mendapatkan manfaat/ penghargaan segera (instant), sehingga menuntut inovasi pembelajaran yang cepat.
Sumber : Buku </ Cyber NU: Beraswaja di Era Digital>
banner

Respon (3)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *