banner 728x250

Berjuang Melawan Lupa, Khittoh Terbentuknya Nahdlatul Ulama

Blitar – Nahdlatul Ulama (NU) telah mengalami perjalanan panjang sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia. Tahun 1984 melalui mukatamarnya di Situbondo, NU menyatakan sikap kembali ke khittah 1926. Gagasan kembali ke khittah 1926 ini sudah melalui proses perjalanan panjang, berdasarkan introspeksi dari kalangan tokoh-tokohnya sendiri. Kembali pada tujuan pendirian organisasi, memikirkan yang lebih luas dari pada sekedar kekuasaan.
Rais Syuriah PCNU Kota Blitar, KH Abdil Karim Muhamin mengajak sekaligus memberitahukan kepada nahdliyin Kota Blitar dalam memilih pemimpin untuk kembali pada AD/ART NU, yakni pada AD/ART NU. BAB IV Tujuan dan Usaha. Pasal 8 ayat 1 dan 2. Saat acara Ngaji Bareng PCNU Kota Blitar di Aula kantor PCNU Kota Blitar. (6/9/2020)
“Nahdlatul Ulama adalah perkumpulan organisasi sosial keagamaan Islam untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian harkat dan martabat manusia. Tujuan Nahdlatul Ulama adalah berlakunya ajaran Islam yang menganut faham Ahlussunah wal Jama’ah untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang berkeadilan demi kemaslahatan, kesejahteraan umat dan demi terciptanya rahmad bagi semesta” kata kyai pengasuh pondok pesantren Tarbiyatul Falah Putri ini.
Dihadiri puluhan jama’ah nahdliyin di Aula Kantor PCNU Kota Blitar. Ahad, 6 September 2020.
Terutama saat memilih pemimpin. Di tahun politik ini warga nahdliyin harus cerdas. Kelompok mana yang bersekongkol dengan anti-merah putih, anti-NKRI, anti-Pancasila, untuk tidak didukung. Nahdliyin diharapkan juga peka terhadap ajaran-ajaran yang berafiliasi dengan organisasi atau ajaran terlarang. Baik di lingkungan NU, pendidikan dan pesantren maupun di kehidupan sosial-keagamaan. Selain itu, bila benar-benar mengetahui atau telah mendeteksi, sebaiknya segera disikapi sebagai langkah khittah. Agar tidak semakin berkembang dan dapat memecahbelah keutuhan NKRI.
“Khittoh NU dalam politik adalah mencegah dan menghentikan pergerakan faham wahabi / radikalisme. Jika berdiam diri bisa menghentikan gerakan mereka maka khittoh NU adalah berdiam diri dan tidak melibatkan diri dalam politik. Dan apabila untuk mengcounter mereka harus dengan penolakan yang lantang, maka khittoh NU harus bersuara lantang dan berkampanye untuk membungkap faham wahabi / radikalisme,” tuturnya tegas.
Sebab, sebagai organisasi yang mengadopsi Ahlu sunnah wal Jamaah (aswaja), nahdliyin harus menjaga amanah menjaga NKRI.
“Orang jujur dikatakan dusta dan orang dusta dikatakan jujur dan mendapatkan kepercayaan ngopeni umat. Orang yang punya sifat al amin disebut penghianat, dan seorang penghianat justru mendapat kepercayaan dan dijuluki al amin. Urusan – urusan kerakyatan dan kemaslahatan banyak yang ditangani oleh ruwaibidloh yaitu sekelompok manusia bodoh yang menjadi sampah masyarakat dan berperilaku rendah,” ucapnya.
PW NU Jawa Timur juga menginstruksikan bahwa semua pengurus NU harus steril dengan organisasi atau aliran terlarang. Jangan sampai masuk angin (kemasukan). Pencegahan, dengan terus mengoptimalkan pola kaderisasi di semua lini. Termasuk dengan menghidupkan kembali pola pengkaderan untuk ranting-ranting yang tidak aktif atau mati suri. Sebab, demikian ini sekaligus dapat mencegah dari ancaman-ancaman organisasi atau paham-paham terlarang yang menggerogoti akar-akar NU, Pancasila dan NKRI.
“Dimohon NU harus satu kesatuan, kompak, rukun dan damai. Jas hijau, jangan sekali-kali lupakan jasa Ulama Nahdlatul Ulama,” pungkasnya.
banner

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *