Spirit Ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah
Munculnya Asy’ariyah dan Maturidiyah merupakan upaya mendamaikan antara kelompok Jabariyah dengan kelompok Qadariyah (yang dilanjutkan oleh Mu’tazilah) yang mengagung-agungkan manusia sebagai penentu seluruh kehidupannya. Sikap moderat keduanya merupa-kan ciri utama dari kaum Aswaja dalam beraqidah.
Sikap tawasuth diperlukan dalam rangka untuk merealisasikan amar ma’ruf nahi munkar yang selalu mengedepankan kebajikan secara bijak.
Yang prinsip bagi Aswaja adalah berhasilnya nilai-nilai syariat Islam dijalankan oleh masyarakat, sedangkan cara yang dilakukan harus menyesesuaI kan dengan kondisi dan situasi masyarakat setempat.
Aswaja menolak ajaran-ajaran yang dimiliki oleh kelompok garis keras, seperti:
-
-
Ajaran Aswaja menolak Mu’tazilah yang memaksa kan ajarannya kepada orang lain dengan cara keras.
-
Ajaran Aswaja menolak menuduh orang dengan tuduhan musyrik dan menolak harus dihukum hanya karena berbeda faham.
-
Aswaja an-Nahdliyah melarang penyelesaian persoalan dengan kekerasan dan pemaksaan seperti yang dilakukan oleh kelompok garis keras FPI.
-
Ajaran Aswaja juga menolak kelompok-kelompok yang menutup diri dari golongan mayoritas kaum, seperti yang ditunjukkan oleh kelompok Syiah, Khawarij, dan Mu’tazilah. Sekarang ada kelompok yang menutup diri dari mayoritas umat Islam seperti LDII.
Aswaja berprinsip pada al-muhafazhah ‘alal qadimi al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadidi al-ashlah (melestarikan hal lama yang baik dan mengambil hal baru yang lebih baik).
Kaum Aswaja adalah kaum yang selalu diikuti oleh mayoritas dan dapat menerima masukan-masukan dari dalam dan luar untuk mencapai kebaikan yang lebih utama.
Di Indonesia berbagai kelompok radikal Islam tumbuh setelah orde baru tumbang. Begitu banyak kelompok-kelompok garis keras, beberapa di antaranya adalah: Front Pembela Islam (FPI), Forum Umat Islam (FUI), Laskar Jihad, Jama’ah Islamiyah, Majlis Mujahidin Indonesia (MMI), PKS, komite persiapan penerapan syari’ah Islam (KPPSI), HTI dan lain-lain.
Tidak semua kelompok Islam radikal yang ada sekarang ini lahir di Indonesia, karena banyak juga kelompok Islam radikal yang lahir dari luar/transnasional.
Strategi utama gerakan Islam transnasio nalisme dalam usaha membuat umat Islam menjadi radikal dan keras adalah dengan mem-bentuk dan mendukung kelompok-kelompok lokal sebagai ‘kaki tangan’ serta berusaha meminggirkan dan memusnahkan berbagai bentuk pengamalan Islam yang lebih toleran yang telah lebih lama dan dominan di berbagai belahan dunia muslim.
Oleh karena itu, pada garis keras berusaha melakukan infiltrasi keberbagai bidang kehidupan umat Islam baik dengan cara halus hingga yang kasar dan keras. Kelompok Islam radikal juga sangat antipati terhadap berbagai tradisi keagamaan.
Nahdatul Ulama, sebagai ormas terbesar di Indonesia yang sangat aktif mengcounter gerakan dan paham Islam radikal. Salah satu upaya nyata yang dilakukan NU adalah dengan mengembangkan pendidikan Aswaja di seluruh LP Ma’arif NU. Pendidikan Aswaja diharapkan mampu menjadi benteng dari pengaruh paham Islam radikal, terutama pada kalangan pelajar. Hal ini karena pendidikan Aswaja memuat nilai-nilai luhur: tawasut, tawazun dan tasamuh. Dengan menanam kan nilai-nilai Aswaja tersebut diharapkan dapat membentuk pribadi yang berkarakter inklusif dan toleran.
Embrio terbentuknya NU berangkat dari Komite Hijaz 1926. Saat itu Raja Saud di Arab Saudi ingin menerap kan faham Wahabi yang keras dan antipati terhadap madzhab lain sebagai madzhab negara.
Problem keagamaan global pun muncul ketika Dinasti Saud ingin membongkar makam Nabi Muhammad SAW dan menolak bermadzhab di wilayah kekuasaannya. Berbagai persoalan, perselisihan hingga peperangan pun muncul akibat intoleransi wahabi.
Kini, di jazirah Arab berusaha lagi mendorong masyarakatnya untuk kembali berpikir toleran dan moderat agar terhindar dari perang saudara.