Category:PCNU Kota Blitar

NUBLITAR.OR.ID – Isra’ dan Mi’raj selalu menjadi bahasan menarik dimanapun berada. Pembicara peringatan Isra’ dan Mi’raj di Masjid Al-Aqso Cabean Blitar ini yaitu KH Imam Mahfud dari Lodoyo Kab. Blitar.
Sabtu, 30 Maret 2019, KH Imam Mahfud menjelaskan, maksud dan tujuan Isra’ dan Mi’raj adalah memuliakan Rasulullah dengan memperlihatkan pada beliau sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah SWT, serta menerima perintah shalat di tempat yang sangat suci, yang tidak pernah dilakukan dosa dan maksiat di dalamnya.
Pendapat yang kuat adalah bahwa Rasulullah melihat Tuhannya pada saat Mi’raj dengan hatinya, bukan dengan pengelihatannya. Dan penting untuk ditegaskan bahwa Nabi melihat Allah dengan hatinya, tanpa tempat, tanpa arah, tanpa bentuk, tanpa ukuran, tanpa bersifat dengan sifat-sifat makhluk, dan tanpa bisa dibayangkan serta tanpa bisa dibagaimanakan.
KH Imam Mahfud juga mengangkat pembahasan yang cukup menarik yaitu bagaimana seharusnya beramal. Apakah amalan haruslah banyak? Ataukah lebih baik amalan itu rutin walaupun sedikit? Hanya Allah SWT yang senantiasa memberi segala kemudahan.
Rajin Ibadah Janganlah Sesaat
Perlu diketahui bahwa ibadah tidak semestinya dilakukan hanya sesaat di suatu waktu. Seperti ini bukanlah perilaku yang baik.
Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam telah memberikan suri tauadan yaitu amalan yang rutin dan bukan musiman pada waktu atau bulan tertentu. Itulah yang beliau contohkan. ’Alqomah pernah bertanya pada Ummul Mukminin ’Aisyah mengenai amalan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, ”Apakah beliau mengkhususkan hari-hari tertentu untuk beramal?” ’Aisyah menjawab,
لاَ. كَانَ عَمَلُهُ دِيمَةً
”Beliau tidak mengkhususkan waktu tertentu untuk beramal. Amalan beliau adalah amalan yang kontinu (ajeg).”
Tanda Diterimanya Suatu Amalan
Perlulah diketahui bahwa tanda diterimanya suatu amalan adalah apabila amalan tersebut membuahkan amalan ketaatan berikutnya. Di antara bentuknya adalah apabila amalan tersebut dilakukan secara kontinu (rutin). Sebaliknya tanda tertolaknya suatu amalan (alias tidak diterima), apabila amalan tersebut malah membuahkan kejelekan setelah itu. Cobalah kita simak ungkapan para ulama yang mendalam ilmunya mengenai hal ini. Sebagian ulama salaf mengatakan,
مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا، وَمِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةُ بَعْدَهَا
“Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.”
Ibnu Rajab menjelaskan hal di atas dengan membawakan perkataan salaf lainnya, ”Balasan dari amalan kebaikan adalah amalan kebaikan selanjutnya. Barangsiapa melaksanakan kebaikan lalu melanjutkan dengan kebaikan lainnya, maka itu adalah tanda diterimanya amalan yang pertama. Begitu pula barangsiapa yang melaksanakan kebaikan, namun malah dilanjutkan dengan amalan kejelekan, maka ini adalah tanda tertolaknya atau tidak diterimanya amalan kebaikan yang telah dilakukan.”
Tidak hanya memberikan tausiyah warga NU tentang amalan baik, KH Imam Mahfud juga mengintruksikan agar mereka bisa meningkatkan sholat berjamaah di Masjid atau Mushola. Adapun urusan’tawar menawar’ masalah kewajiban shalat 5 waktu yang dipermasalahkan, itu tidak bisa ditawar. Harus ditegakkan. Haditsnya sudah shahih dan kita harus menerima dengan sepenuh keyakinan.
