Blitar – Di awal bulan Ramadlan, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Blitar Jawa Timur melakukan Safari Ramadhan yang dilakukan secara rutin dan terjadwal. Selama kegiatan berlangsung, sejumlah informasi kekinian tentang masalah agama dan organisasi disampaikan kepada jamaah.
Safari ramadhan ke-9 ini berlangsung di Mushola Al-Ishlah Karangtengah Kota Blitar. “Alhamdulillah seluruh jadwal Syafari Ramadlan 1440 H PCNU Kota Blitar sudah terlaksanakan dengan lancar. Safari terakhir ini disambut antusias warga sekitar, termasuk kehadiran seluruh pengurus NU Kota Blitar,” kata sekretaris PCNU Kota Blitar, H. Sarianto, M.Pd.I, Rabu (15/5).
“Semoga ini merupakan momentum kebangkitan Jam’iyah Nahdlatul Ulama Kota Blitar untuk menuju Jam’iyah yang mandiri dan andil dalam mewujudkan Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur. Semoga manfaat dan barokah untuk semuanya,”ucap pengasuh pondok pesantren Hidayatullah ini.
Tercatat pengurus dari unsur PCNU semua jajaran, lembaga NU, Banom NU, Lajnah NU, MWC NU Sananwetan, ranting NU (klampok, rembang, karangtengah) bahkan alumni PKPNU.
“Dan terima kasih kepada semua pihak yang ikut andil didalam acara ini. Semoga kita semua disambungkan menjadi santri – santri nya Mbah KH. Hasyim,” ungkapnya.
Wakil Ketua Tanfidziyah PCNU Kota Blitar, Kyai Muhtar Lubby, M.Ag didaulat menjadi pengisi materi kegiatan ini.
Bid‘ah adalah suatu perbuatan yang tidak dijumpai di masa Rasulullah SAW. Bid‘ah itu sendiri terbagi atas bid‘ah wajib, bid‘ah haram, bid‘ah sunah, bid‘ah makruh, dan bid‘ah mubah.
“Ada cerita lucu, saya baru saja menghadiri undangan ulang tahun sholat Jum’at. Seumur hidup baru kali ini mendengarnya. Termasuk bid’ah atau ndak ya?” kata pengasuh pondok pesantren Bustanul Muta’allimin ini.
Nahdlatul Ulama (NU) tidak pernah memaksa orang untuk mengikuti caranya dalam beragama. Sejak awal NU justru cenderung lebih bertahan. Jadi, mengapa dibenci?
Ketika itu Gus Dur dihujat habis-habisan. Keterbatasan penglihatan beliau dijadikan olok-olokan. Lalu Kiai Said Aqil Siradj dicaci tak karuan. Apalagi di era internet seperti sekarang, cacian tersebut viral melalui media sosial. Secara ideologis, lawan NU telah diketahui.
“Saat ini banyak yang membenci NU. Menerima NU nya mbah Hasyim tapi tidak mau dengan NU nya kyai Said Agil Shiroj. NU yang seperti itu sama dengan menerima Nabi Muhammad tapi tidak menerima shahabat Nabi. Kalau seperti itu terus silsilahnya lewat siapa?” tutur ayah tiga anak ini.
Barangkali mereka yang membenci NU dan kiai-kiai NU tersebut iri. Sementara warga nahdliyin itu terlihat rileks menanggapi perubahan zaman, mereka hanya bisa marah-marah di pojokan peradaban. Mereka benci karena NU dan kiai-kiai NU merintangi mimpi mereka untuk kembali ke Abad Pertengahan.
“Amaliahnya NU, jam’iyah NU tapi tidak mau disebut NU. Ini lah yang sebenarnya tidak paham dengan NU. Mereka merusak NU dari dalam,” ucapnya.
Sebutan NU garis lurus menunjukkan adanya anggapan bahwa NU yang ada telah keluar dari jalan yang lurus, yaitu jalan yang digariskan oleh sang pendiri, KH Hasyim Asy’ari. Biasanya, isu merasuknya liberal ke dalam doktrin keagamaan Islam menjadi alasan munculnya gerakan pemurnian semacam ini.
“Tidak ada istilah seperti itu. NU ya NU. Tidak ada garis lurus atau garis bengkok,” ungkapnya tegas.
